Source Image : mahmudjonsen.blogspot.com |
Secara etimologi ada beberapa pendapat
tentang asal kata tasawuf. Diantaranya pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf
berasal dari kata Suf (صوف),
bahasa Arab untuk wol, merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para
asetik Muslim. Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol.
Ada juga yang berpendapat bahwa sufi berasal dari kata saf, yakni barisan dalam
sholat. Pendapat lain menyatakan bahwa
akar kata dari Sufi adalah Safa (صفا), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada
Sufisme pada kemurnian hati dan jiwa.
Ada yang berpendapat bahwa tasawuf berasal dari kata ahl al-suffah,
yaitu orang-orang yang ikut pindah dengan Nabi dari Mekkah ke Medinah,
kehilangan harta benda dan dalam keadaan miskin, mereka tinggal di mesjid dan
tidur di atas batu dengan memakai pelana sebagai bantal. Pelana ini disebut
suffah. Meskipun miskin, ahl suffah berhati mulia, tidak mementingkan keduniaan,
itu merupakan sifat-sifat kaum sufi. Ada yang berpendapat kata tasawuf berasal
dari kata (صف)
shaf yang berarti baris. Maksudnya adalah
barisan pertama dalam shalat di masjid. Shaf yang pertama itu ditempati orang yang terlebih
dahulu dating ke masjid dan banyak membaca al Qur’an serta berdzikir sebelum
waktu sholat tiba.[1]
Secara terminologi, terdapat banyak
pendeifinisian tentang tasawuf, diantaranya
menyatakan bahwa tasawuf atau sufisme adalah ilmu untuk mengetahui
bagaimana cara menyucikan jiwa, menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin
serta untuk memporoleh kebahagian yang abadi.[2]
Definisi lain menyebutkan bahwa tasawuf
mencakup tiga aspek, yaitu: Kha’, maksudnya takhalli, berarti mengosongkan diri
dari perangai yang tercela, Ha’, maksudnya tahalli, yang berarti menghiasi diri
dengan akhlak terpuji, dan Jim,
maksudnya tajalli, yang berarti
mengalami kenyataan ketuhanaan.[3] Definisi lain mengkategorikan pengertian tasawuf kepada tiga
hal, yaitu al-bidâyah, al-mujâhadah, al-mudzâqah.[4] Definisi
lain menyebutkan sebagai membersihkan hati dari sifat-sifat yang menyamai
binatang, menekan sifat basyariyah, menjauhi hawa nafsu, memberikan tempat bagi
sifat kerohanian, berpegang pada ilmu kebenaran, mengamalkan sesuatu yang lebih
utama atas dasar keabadiannya, menepati janji kepada Allah dan mengikuti
syari’at Rasulullah.[5]
Disamping itu ada definisi yang
menyatakan tasawuf adalah kesucian hati dari pencemaran ketidakselarasan.
Maksudnya bahwa seorang sufi harus menjaga hatinya dari ketidakselarasan dengan Tuhan, karena cinta
adalah keselarasan dan pencinta hanya punya satu kewajiban di dunia, yaitu
menjaga atau melaksanakan perintah sang kekasih.[6] Definisi selanjtunya mengatakan bahwa
tasawuf adalah wasilah (medium) yang ditempuh oleh seorang mukmin melalui
proses upaya dalam rangka menghakikatkan syariat lewat thoriqat untuk mencapai
makrifat. [7]
Secara sederhana dapat dikemukakan,
bahwa tasawuf merupkan aspek esoteric atau aspek batin yang harus dibedakan
dari aspek eksoterik atau aspek lahir dalam Islam.[8] Tasawuf atau sufisme adalah istilah yang
khusus dipakai untuk menggambarkan mistisesme dalam islam, adapun tujuan
tasawuf ialah memperoleh hubungan langsung dan dekat dengan tuhan, sehingga
dirasakan benar bahwa seseorang sedang berada di hadiratnya, yang intisarinya
adalah kesadaran akan adanya komunikasi dan dialog antara ruh manusia dengan
tuhan dengan mangasingkan diri dan berkontemplasi.[9]
Dari berbagai definisi diatas dapat
ditarik sebuah benang merah tentang
pengertian tasawuf bahwa ia adalah sarana untuk mengontrol dan mengatur hati seorang mukmin sehingga menjadi
sosok yang terbaik secara lahir maupun batin. Kondisi terbaik itu kemudian
menjadikan dirinya semakin dekat dan mulya disisi Allah dan makhlukNya.
[1] ) Harun Nasution, Falsafat Islam dan Mistisisme dalam
Islam (Jakarta: Bulan Bintang, 1973),
h.56-61.
[2] )Abi al Qasim Abd. Karim, Al Risalah al-Qusyairiyyah (tt.:Dar al Khair, tt), hal.389
[3]) Taufik Abdullah (ed), Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam; Pemikiran dan Peradaban, (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van
Hoeven, 2005), h.139
[6] ) Ali Ibn Usman al-Hujwiri, Kasyful
Mahjub , Alih Bahasa: Suwardjo
Muthori, Abdul Hadi WM,( Bandung: Mizan, 1994), h.47
[8]) Oman fathurrahman, Tanbih al-Masyi; menyoal
wahdatul wujud kasus Abdurrauf singkel
di Aceh Abad 17 (Jakarta : Mizan, 1999), h. 20
[9] ) Harun Nasution, Islam ditinjau dari berbagai
Aspek, Jilid II, (Jakarta; UI Press, 2002) h. 68
Post a Comment